Senin, 04 Mei 2020

Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor


Rajinlah Membaca!!! Mulailah Menulis!!! Terus Motivasi Diri!!! Selesaikan Tulisan Anda!!! Ini yang pertama kali menarik perhatian saat membaca PPT “Pengalaman Menulis Buku Di Penerbit Mayor”. Sepertinya  pernyataan-pernyataan tersebut sangat gampang dilakukan.  Mungkinkan ini bisa dilakukan bagi seorang pemula yang sangat sulit untuk mengolah kata-kata untuk merangkai sebuah kalimat sehingga bisa menarik minat pembaca???
            Bapak Ukim Komarudin mengawali materinya dengan menyampaikan bahwa menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya, lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa kawatir terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Bapak Ukim Komarudin mempertegas lagi “Pokoknya Menulis”. Menulis adalah Kubutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang “saya” dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya. Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis.  
Wah sederhana sekali apa yang disampaikan oleh Bapak Ukim Komarudin, terlintas dipikiran saya akan menulis apa saja dan apa adanya, mulai termotivasi, muncul dipikiran ide-ide, sepertinya banyak hal yang bisa saya tulis tentang apa yang saya lihat dan saya alami. Kembali lagi apa yang disampaikan Bapak Ukim Komarudin “ Hingga suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dan sebagainya. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beberapa kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak cerdas yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut Menghimpun Yang Berserak . Sebuah  usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain”.
Sampai suatu saat Bapak Ukim Komarudin mempunyai kesempatan untuk menerbitkan hasil karyanya di salah satu penerbit yang kebetulan Bapak Ukim Komarudin menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolahnya. Pada proses penerbitan buku Bapak Ukim Komarudin diinterview, di mana dalam kesempatan interview itu Bapak Ukim Komarudin banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku. Namun seiring perjalanan akan diterbitkannya buku yang ditulisnya terlintas pertanyaan, “apakah buku yang berjudul Menghimpun Yang Berserak akan laku di pasaran?”, “ Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya?”,  “Untuk kepentingan pasar, apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)?”. Saat inilah Bapak Ukim Komarudin merasakan kurang nyaman dan mulai merasa terpenjara.
Nah suatu hari Bapak Ukim Komarudin bertemu dengan seorang teman yang sudah menjadi  penulis beneran. Dikatakanlah bahwa apa yang dialami Bapak Ukim Komarudin adalah sebuah pengalaman yang sangat baik dan patut disyukuri. Dalam proses menulis sampai menerbitkan buku harus melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Tim yang dimaksud adalah editor. Editor adalah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Tim berikutnya adalah seorang yang membidangi bagian gambar sampul, ilustrasi foto, tata letak dan lainnya. Tim inilah yang akan menyukseskan karya kita.   



Kesimpulan
Menulislah setiap hari apa saja dan apa adanya, jadikan menulis itu adalah sebuah kebutuhan. Dengan menulis kita akan menemukan kebahagiaan, menulis berarti kita “MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN”.


2 komentar: