Kamis, 30 April 2020

Belajar, belajar dan belajar menulis


Menulis adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bentuk tulisan atau menceritakan sesuatu kepada orang lain melalui tulisan. Menulis juga dapat diartikan sebagai ungkapan atau ekspresi perasaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain menulis adalah sebuah komunikasi secara tidak langsung. Menulis tidaklah gampang memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan tersendiri yang jika dilakukan latihan secara terus menerus, belajar dan melakukan evaluasi dari kelemahan-kelmahan yang ada maka kemampuan menulis akan semakin baik. Untuk dapat menulis dengan baik yang harus dilakukan adalah sebgai berikut:
  1. Kita harus mengalahkan diri kita sendiri, dalam artian mengalahkan kemalasan-kemalasan yang ada pada diri sendiri.
  2. Mengatasi ketidakpercayaan diri atau merasa tulisan kita tidak bagus/tidak berbobot/tulisan kita tidak memiliki makna.
  3. Kita harus menyiapkan waktu untuk menulis
  4. Kita juga harus memanfaatkan  ide yang ada  yang kadang munculnya tidak menentu baik tempat maupun waktunya. Jika ada ide untuk menulis kita harus cepat menangkap ide tersebut, kita bisa menulis dalam draf, di dalam hp, kertas pointer-pointer utama yang penting bagi sebuah tulisan yang tentunya akan kita kembangkan pada saat kita menulis.
            Menulis itu dimulai dari sebuah ide, tanpa ada ide utama yang akan kita tulis, maka tulisan itu tidak memiliki konten yang jelas atau tidak memiliki tujuan yang jelas. Ide atau gagasan utama atau pikiran-pikiran yang akan dituangkan menjadi pokok dari mengapa kita menulis dan mengapa kita berani menulis. Memulai itu adalah sesuatu yang terbaik, jangan menunggu sempurna. Karena Tulisan yg baik adalah tulisan yang sudah selesai. Menurut Bapak Uswadin karya terbaik adalah karya yang selesai artinya sudah ditulis dengan baik. Jangan takut atau ragu untuk menulis.
            Jika saat menulis nge blank, maka tanda kita perlu istirahat, otak dan kemampuan kita juga punya keterbatasan jadi perlu rest atau rileks dulu. Kalau sudah fres tinggal lanjut. Jangan memaksakan kalau lagi nge blank nulis, bisa stress sendiri. Jadikan menulis sebagai hiburan, sering baca tulisan orang-orang bagus sehingga terpengaruh dan terbawa bagus, berlatih, berlatih dan berlatih serta minta saran dari orang lain.

Kesimpulan
Menulis adalah sebuah pembiasaan untuk menuangkan ide atau gagasan yang bisa mengasah dan mempertajam kemampuan diri sendiri dalam berbahasa tulis dan juga bisa memberikan inspirasi kepada orang lain. Oleh karena itu kegiatan menulis hendaknya dibiasakan sejak dini, sehingga kelak menjadi membudaya pada diri kita.

Rabu, 29 April 2020

Merancang Desain Pembelajaran Modern


Dalam mendesain pembelajaran dan sekaligus menghasilkan bahan pembelajaran ada 11 langkah yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut
  1. Mendapatkan data dan informasi guna mendapatkan masukan dari siswa/pengguna atas materi-materi yang dianggap sulit atau perlu dipelajari lebih lanjut.
  2. Berdasarkan data yang didapat dari langkah 1 selanjutnya kita perlu membuat identifikasi kebutuhan peserta didik terhadap mata pelajaran/bahan yang akan kita rancang
  3. Berdasarkan data langkah 2 selanjutnya kita mulai membuat analisis instruksional/pembelajaran mata pelajaran yang akan kita rancang
  4. Seorang perancang perlu mendapatkan gambaran karakteristik peserta didik yang akan menjadi target atau pemakai buku yang kita rancang
  5. Membuat rumusan tujuan instruksional khusus
  6. Melakukan penyusunan TES
  7. Membuat perencanaan strategi instruksional/pembelajaran yang akan digunakan
  8. Mengembangkan dan memilih bahan instruksional. Bahan pembelajaran yang dirancang dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tercetak dan bahan online. Dalam hal perancangan bahan pemebelajaran 9Buku) dapat digunakan teori Rothwel dan untuk bahan online bisa menggunakan teori hannafin
  9. Setelah draf bahan tersedia (langkah 8) selanjutnya perlu dilakukan evaluasi formatifsebagai berikut:
1)      One-to-one expery dengan melibatkan 4 orang pakar (pakar desain, pakar media, pakar materi, pakar bahasa)
2)      One-to-one learner (melibatkan 3 orang siswa yang berasal dari siswa peringkat atas, menengah, dan bawah)
3)      Evaluasi Small Group (melibatkan 9 orang siswa yang berasal dari kelompok menengah dan bawah)
4)      Field trial yaitu tahap uji coba luas dengan melibatkan siswa sekitar 30 siswa yang bersasal dari kelompok atas, menengah, dan bawah
Setiap tahapan mulai eavaluasi one-to one, evaluasi small group akan menghasilkan namanya draf  bahan pembelajaran dan setelah field trial baru dinamakan prototype bahan pembelajaran
  1. Melakukan evaluasi formatif
  2. Merancang dan mengembangkan evaluasi sumatif (khusus untuk langkah ini sifatnya tidak harus dalam proses desain pembelajaran karena harus dilakukan oleh pihak lain
Sedangkan untuk buku pembelajaran yang dirancang untuk keperluan penerbit biasanya pihak penerbit sudah mempunyai format/standar tertentu. Sehingga jika penulis ingin memasukkan buku agar bisa diterbitkan maka format yang digunakan harus mengacu kepada format yang digunakan oleh penerbit.

Kesimpulan
Blended Learning adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memadukan pembelajaran dengan cara konvensional dan pembelajaran online. Hal menarik dari Blended Learning adalah pembelajaran memadukan antara pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran online yang dilengkapi dengan pedoman utk guru, dan siswa, pembelajaran bisa berlangsung setiap saat, guru dapat mengendalikan pembelajaran, penugasan dapat dikirim ke web pembelajaran, ujian dapat dilaksanakan secara online.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DENGAN METODE OUTDOOR DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK XI MIPA-4 SMA NEGERI 2 NEGARA SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2017/2018 PADA MATERI SISTEM KOLOID


ABSTRAK
OLEH
SASTRIKA, IDA AYU KADE
Penelitian Tindakan Kelas ini dilatarbelakangi oleh: (1) hasil belajar peserta didik masih tergolong rendah; (2) Aktivitas belajar kurang aktif; (3) metode pembelajaran guru cenderung masih konvensional; dan (4) siswa belum memiliki motivasi belajar yang baik. Kondisi ini ingin diubah melalui penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor.dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik pada materi sistem koloid.
            Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus dengan langkah-langkah pokok: planning, acting, observing, reflekting dengan selalu melakukan revisi tindakan untuk menemukan hasil yang lebih baik atau akurat. Pengolahan datanya dianalisis secara deskriptif.
            Dengan prosedur penelitian tindakan yang dilakukan, ditemukan hasil sebagai berikut: (1) Penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dapat dikatakan efektif diterapkan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada materi sisitem koloid kelas XI MIPA 4  SMA Negeri 2 Negara  pada semester genap  tahun pelajaran 2017/2018 yang dibuktikan dari hasil penelitian pada siklus I, dan II adalah sebagai berikut, aktivitas belajar pada siklus I  ada 3 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik, 19 orang peserta didik memperoleh kualifikasi baik  dan 11 orang peserta didik memperoleh kualifikasi cukup  dan pada siklus II ada 6 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik dan 27 orang peserta didik memperoleh kulifikasi baik, dan rata-rata hasil belajar peserta didik untuk siklus I dan siklus II berturut-turut adalah 72,12 dan 81,82. Sedangkan ketuntasan klasikalnya adalah 58,00% dan 94,00%.
            Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka disarankan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor.
Kata kunci; discovery learning, metode outdoor, aktivitas belajar, hasil belajar


PENDAHULUAN
            Pendidikan kimia berpotensi memainkan peranan strategis dalam menyiapkan SDM yang berkualitas untuk berkompetisi dalam penguasaan dan pengembangan IPTEK. Potensi ini dapat terwujud, jika pendidikan  kimia mampu melahirkan peserta didik yang kuat dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, berpikir kritis, kreatif, berinisiatif dan adaptif terhadap perkembangan IPTEK. Menghafal materi pelajaran tanpa proses berpikir tidak lagi cukup dalam mengimbangi perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat. Dalam perkembangan IPTEK ini, peserta didik dituntut agar mampu menggali informasi secara cermat, melakukan evaluasi, bersikap terbuka, mampu memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
            Materi sistem koloid di mata pelajaran kimia, sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Namun selama penulis mengajar materi ini disetiap tahunnya selalu merasakan ketidakpuasan karena hasil belajar peserta didik pada materi sistem koloid tidak pernah mencapai KKM, dan ketertarikan peserta didik untuk memahami sistem kloid tidak ada. Aktivitas belajar peserta didik juga sangat rendah yang berimplikasi pada rendahnya hasil belajar. Oleh karena itu, upaya untuk lebih mengaktifkan peserta didik perlu dicarikan jalan keluar.
Dalam penerapan Kurikulum 2013 maka setiap guru diharapkan dapat mengembangkan berbagai model pembelajaran inovatif. Penerapan berbagai model pembelajaran inovatif dewasa ini dilandasi oleh landasan filosofis bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah” (Depdiknas, 2002 : 1). Dasar filosofis ini mengandung makna bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Selama ini proses belajar mengajar berorientasi pada target penguasaan materi yang terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak untuk memecah berbagai persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan inilah yang terjadi di kelas-kelas sekolah selama ini.
            Dalam proses belajar mengajar kedudukan guru sangat strategis. Kedudukan strategis ini dapat dilihat dari tugas guru yaitu sebagai perancang dan pelaksana proses pembelajaran. Keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran tergantung pada strategi pembelajaran yang dirancangnya.
Dewasa ini ada upaya-upaya inovatif dibidang pembelajaran yaitu dengan menerapkan pembelajaran inovatif. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor.
Discovery Learning adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung; sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri (Russefendi dalam Nurdiansyah, 2008). Sedangkan metode pembelajaran  dengan menggunakan outdoor adalah salah satu metode pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar diluar kelas/di alam. Metode ini membuat peserta didik tidak mudah merasa bosan karena mereka akan belajar dengan menggunakan metode yang berbeda yaitu diluar kelas/di alam. Contohnya dalam pelajaran IPA yaitu mengamati populasi suatu wilayah. Peserta didik akan mengamati secara langsung bagaimana cara mengamati dan menghitung populasi. Guru bisa membawa peserta didik ke halaman sekolah. Dengan begitu peserta didik akan lebih mengerti dan memahami materi yang sedang dipelajari. Dengan melakukan praktek secara langsung peserta didik juga akan lebih mudah untuk mengingat. Sehingga metode ini sangat efektif apabila digunakan dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran konvensional, materi sistem koloid pada mata pelajaran kimia, dilaksanakan dengan guru menyampaikan materi, peserta didik bersifat pasif mendengarkan penjelasan guru. Dalam hal ini aktivitas belajar peserta didik sangat rendah. Berpijak pada hal ini, maka penulis mencoba menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dalam meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik untuk materi sistem koloid. tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan menedskripsikan (1) penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dalam materi sistem koloid pada  peserta didik kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara semester 2 tahun pelajaran 2017/2087; (2) model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam materi sistem koloid pada peserta didik kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara semester 2 tahun pelajaran 2017/2018.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas (PTK) ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan dalam kelas pada khususnya yang bermuara pada peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik. Subjek dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 33 orang. Alasan pengambilan subjek penelitian ini adalah karena dari kelas tersebut dapat diungkap beberapa permasalahan seperti yang sudah disebutkan dalam latar belakang. Objek penelitian tindakan kelas  ini adalah: 1) hasil belajar kimia, dan 2) aktivitas belajar peserta didik kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara tahun pelajaran 2017/2018 melalui penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode pembelajaran outdoor dalam pembelajaran kimia.
Sesuai dengan seting penelitian, bahwa penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2017/2018 pada semester genap tepatnya di bulan Desember 2017 penyusunan proposal  dan di bulan April 2018 sampai dengan  bulan Juni 2018 perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan sampai pebuatan laporan. Penelitian ini dibagi dalam dua siklus dengan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) observasi/evaluasi, dan 4) refleksi.
Data yang dikumpulkan meliputi: 1) aktivitas belajar peserta didik, dan 2) hasil belajar peserta didik. Data aktivitas belajar peserta didik dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan data hasil belajar menggunakan tes hasil belajar. Data tentang aktivitas belajar siwa dianalisis secara deskriptif dengan menarasikan kegiatan-kegiatan peserta didik selama pembelajaran. Pedoman observasi aktivitas peserta didik terdiri dari 4 item,  masing-masing item terdiri dari 3 indikator, sehingga skor maksimum 12 dan skor minimum 4. Dengan demikian nilai aktivitas dikonversikan ke skala 100 yang dapat ditentukan dengan rumus:


Selanjutnya skor aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dikonfirmasikan pada pedoman konversi dalam skala lima, yaitu sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dan sangat kurang baik. Indikator keberhasilan peningkatan kualitas aktivitas peserta didik dalam penelitian ini, terdiri dari tiga katagori, yaitu baik, cukup, dan kurang. Katagori baik, jika minimal 75 % peserta didik melakukan aktivitas sesuai dengan parameter yang diukur. Katagori cukup, jika minimal 50 % peserta didik melakukan aktivitas sesuai dengan parameter yang diukur. Sedangkan katagori kurang, jika kurang dari 50 % peserta didik melakukan aktivitas sesuai parameter yang diukur.
Data Hasil belajar peserta didik dianalisis secara deskriptif yang diperoleh melalui tes hasil belajar. Tes hasil belajar yang diberikan pada setiap akhir pokok bahasan (akhir siklus) adalah berupa pilihan ganda sebanyak 15 soal. Jika peserta didik benar mendapat poin 1, jika peserta didik salah mendapat poin 0. skor peserta didik kemudian dikonversi ke dalam skala 100 melalui persamaan:


Berdasarkan nilai hasil belajar peserta didik, selanjutnya dicari nilai rata-rata hasil belajar peserta didik      
                                                       
dengan rumus:



                                                            (Diadaptasi dari Arikunto, 2003)
Keterangan:
  = jumlah nilai hasil belajar peserta didik
N      = jumlah peserta didik

    = nilai rata-rata hasil belajar peserta didik

Adapun ketuntasan hasil belajar peserta didik dapat ditentukan dengan menggunakan daya serap peserta didik (DSS) dan ketuntasan klasikal (KK).
KK =  (banyak siswa yang tuntas/jumlah siswa ) x 100%


Kriteria yang digunakan adalah, peserta didik dikatakan tuntas jika DSS ≥ 70% dan satu kelas di katakan tuntas jika KK ≥ 85%. Hal ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh SMA Negeri 2 Negara. Penelitian dikatakan berhasil jika nilai rata-rata hasil belajar peserta didik  
≥ 70 dan ketuntasan klasikal (KK) ≥ 85%. 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa aktivitas belajar peserta didik akibat penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor pada siklus I belum berlangsung dengan baik, sehingga masih perlu ditingkatkan. Pada siklus I  aktivitas peserta didik masih ada dalam suasana tegang dan ragu akan kemampuan diri, sehingga guru terus membimbing peserta didik dalam kelompoknya agar tujuan pembelajaran tercapai secara bersama-sama.
Model pembelajaran discovery learning dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyingkap atau mencari tahu tentang suatu permasalahan atau sesuatu yang sebenarnya ada namun belum mengemuka dan menemukan solusinya berdasarkan hasil pengolahan informasi yang dicari dan dikumpulkannya sendiri, sehingga peserta didik memiliki pengetahuan baru yang dapat digunakannya dalam memecahkan persoalan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan analisis data, diperoleh bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dapat meningkatkan  hasil belajar peserta didik dan aktivitas belajar peserta didik, terutama dalam hal keterampilan kerja sama dan kolaborasi sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Secara kuantitatif, rata-rata hasil belajar peserta didik untuk siklus I dan siklus II berturut-turut adalah 72,12 dan 81,82 . Sedangkan ketuntasan klasikalnya adalah 58,00% dan 94,00%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dan ketuntasan dari siklus I ke siklus II.  Pada aktivitas belajar peserta didik dalam pembelajaran akibat penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor, pada siklus I  ada 3 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik, 19 orang peserta didik memperoleh kualifikasi baik  dan 11 orang peserta didik memperoleh kualifikasi cukup  dan pada siklus II ada 6 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik dan 27 orang peserta didik memperoleh kulifikasi baik.
Secara umum, jika dilihat dari perbandingan hasil yang diperoleh dari siklus I, dan siklus II, maka pelaksanaan tindakan yang dilakukan dapat dikatakan berhasil meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal ini terjadi karena penerapan model pembelajran discovery learning peserta didik dituntut untuk belajar mandiri, menemukan sendiri, sehingga keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna. Dalam penemuan peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak peserta didik dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan. Digunakan metode outdoor dalam penelitian ini memberikan dampak positif terhadap peserta didik terutama dapat mengurangi rasa jenuh, bosan peserta didik, dan dapat membuat peserta didik senang juga tertarik terhadap pelajaran dan lingkungan sekitarnya. Keadaan peserta didik demikian akan sangat mempengaruhi daya tangkap peserta didik dalam menerima dan memahami konsep yang dipelajari. Bila dalam suatu proses pembelajaran peserta didik merasa senang, tidak jenuh dan bosan, maka daya tangkap peserta didik dalam menerima dan memahami konsep yang dipelajari akan baik sehingga secara langsung dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik itu sendiri.
Pada siklus I ketuntasan belajar peserta didik baru mencapai 58,00%, ini masih jauh dari ketuntasan secara klasikal yakni 85%. Hal ini dikarenakan peserta didik belum terbiasa dengan cara belajar yang baru bagi mereka. Selama ini peserta didik terbiasa menerima pengetahuan dan tidak terbiasa menggali pengetahuan sendiri. Selain itu kendala yang menyebabkan hasil belajar pada siklus I belum tuntas adalah: 1) peserta didik belum terbiasa belajar penemuan, 2) peserta didik belum terbiasa memanfaatkan sumber belajar dengan optimal, 3) peserta didik belum terbiasa untuk menyampaikan pertanyaan dan  menyampaikan jawaban secara jelas, singkat dan sesuai konteks.
Bertolak dari kendala yang dihadapi pada siklus I, guru mengadakan perbaikan tindakan untuk diterapkan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan antara lain, 1)memberikan motivasi kepada peserta didik di setiap kelompok untuk berani mencoba sesuatu yang baru dan berani melakukan inovasi, 2) memberikan materi lebih awal untuk dipelajari di rumah.
Pelaksanaan tindakan pada siklus II disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I dengan melakukan beberapa tindakan perbaikan. Perbaikan tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ternyata secara kuantitas dapat meningkatkan hasil belajar kimia peserta didik. Hal ini tampak dari kesiapan peserta didik untuk mengikuti pelajaran. Secara langsung peserta didik sudah melaksanakan kegitan sesuai dengan sintak pembelajaran discovery learning.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa hasil belajar kimia peserta didik secara kuantitas mengalami peningkatan dari siklus ke silkus. Rata-rata skor hasil belajar peserta didik pada silkus I mencapai 72,12. Pada siklus II rata-rata meningkat sehingga menjadi 81,82. Ketuntasan hasil belajar peserta didik pada siklus I mencapai 58,00% . Pada siklus II ketuntasan hasil belajar peserta didik meningkat sehingga menjadi 94%. Secara umum pembelajaran sudah mengalami peningkatan dan belajar menjadi lebih bermakna.
Dari paparan di atas, secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Penerapan model  pembelalajaran discovery learning dengan metode outdoor  sudah dapat dikatakan mampu mengatasi rendahnya hasil belajar kimia peserta didik di kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara. Walaupun tidak sepenuhnya mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik sampai ke katagori sangat baik, tetapi paling tidak hasil belajar kimia terutama materi sistem koloid peserta didik yang awalnya (sebelum pemberian tindakan) masih sangat rendah sudah dapat ditingkatkan ke kategori baik, baik secara klasikal maupun individu.  
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. (1) Penerapan model pembelajaran discovery learning dengan metode outdoor dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik di kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara Tahun Pelajaran 2017/2018. Hal ini terlihat dari kualifikasi aktivitas belajar peserta didik pada siklus I  ada 3 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik, 19 orang peserta didik memperoleh kualifikasi baik  dan 11 orang peserta didik memperoleh kualifikasi cukup  dan pada siklus II ada 6 orang peserta didik memperoleh kualifikasi sangat baik dan 27 orang peserta didik memperoleh kulifikasi baik. (2) Penerapan  model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas XI MIPA-4 SMA Negeri 2 Negara Tahun Pelajaran 2017/2018. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata hasil belajar peserta didik pada siklus I sebesar 72,12 dengan ketuntasan 58,00% meningkat pada siklus II menjadi 81,82 dengan dengan ketutasan 94%.


DAFTAR PUSTAKA

Adelia ,Vera. 2012. Metode Mengajar  Anak di Luar Kelas (Ourdoor Study).Yogyakarta: Divapress.
Anton, M, Mulyono. 2001. Aktivitas Belajar. Bandung: Yrama Widya
Arikunto. 2003. Management Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud, 1999. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas, 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas, 2005. Panduan Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Direktorat PPTK dan KPT Dirjen Dikti
Dimyati, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineke Cipta
Dini Andriani, 2017. Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Metakognisi dan Penguasaan Konsep Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Kimia, Vol. 6, No. 2 Edisi Agustus 2017, 308-302
Hosnan, 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Husamah. 2013. Pembelajaran Luar Kelas Outdoor Learning. Jakarta: Prestasi Pustaka .
Irmi, 2018. Penerapan Model Discovery Learning Melalui Game Gets Lucky Pada Materi Hidrokarbon dan Minyak Bumi Dalam Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIPA 2  SMAN Unggul Aceh Timur. Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol 02, N0. 01, hlm 15-20  
Komara, E. 2014. Belajar dan Pemebelajaran Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama
Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya
Kurniasih, dkk. 2014. Strategi-Strategi Pembelajaran. Bandung: Alfabet
Lasmawan, I W. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. (PTK). Singaraja: IKIP Singaraja.
Permendikbud No. 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Rosalia. 2005. Aktivitas Belajar. http://translate. Google.co.id. diakses tanggal 1 Desember  2017
Sadia, I W. 1998. Reformasi pendidikan sains (IPA) menuju masyarakat yang literasi sains dan teknologi. Makalah. Disajikan pada sidang terbuka orasi pengukuhan guru besar tetap dalam pendidikan ilmu pengetahuan alam pada STKIP Singaraja, tanggal 14 oktober 1998 di Singaraja.
Sriyono, 2002. Aktivitas Belajar. Ctrl + click toffolow link. Diakses tanggal 1 Desember 2017
Sudjana, Nana. (2016). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Rosdikarya
Supriyanto, Bambang. 2014. Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Pancaran, 3 (2), 165 – 174
Direktorat Pembinaan SMA, 2017. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah


IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN APEL PAGI DAN PROJEC-BASED LEARNING DENGAN TEKNIK BRAINSTORMING DI SMA NEGERI 2 NEGARA


1.      Latar Belakang

Pendidikan merupakan pembangunan dasar manusia. Pentingnya pendidikan dilihat dalam konteks hak asasi manusia, dalam artian bahwa setiap manusia berhak memperoleh pendidikan. Beena (2012) menyatakan bahwa education tries to develop three aspects: physique, mentality and character. Pada sisi lain pendidikan merupakan kebutuhan dasar untuk mencapai keberhasilan dan kesinambungan pembangunan, karena pembangunan memerlukan sumber daya manusia berkualitas yang mampu memanfaatkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pentingnya pendidikan sebagai pembentuk watak, jiwa dan Sumber Daya Manusia (SDM) handal merupakan hal yang harus dipertahankan. Terlebih lagi Beena (2012) juga menyatakan bahwa education not only gives a platform to succeed, but also the knowledge of social conduct, strength, character and selfrespect. Akan tetapi, banyaknya harapan dalam pendidikan berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Menurunnya kualitas moral dikalangan siswa merupakan permasalahan yang perlu dikaji dan dicarikan sebuah solusi. Menurunnya kualitas moral dikalangan siswa ditunjukkan dengan sikap dan perilaku mulai dari yang paling sederhana yaitu mencontek saat ulangan/ujian hingga sikap atau perilaku seperti tawuran dan “kenakalan” yang perlu mendapat perhatian yang serius.
Jika kita tinjau secara nasional terkait permasalahan karakter siswa, maka ini merupakan suatu hal yang harus menjadi fokus utama dalam penyelesaiannya. Data KPAI (dalam Indonesian Review, 2015) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 2012-2014 terjadi banyak kasus perkelahian/tawuran antar pelajar. Sepanjang tahun 2013 telah terjadi 255 kasus kekerasan yang menewaskan 20 siswa di seluruh Indonesia. Jumlah ini hampir dua kali lipat lebih banyak dari tahun 2012 yang mencapai 147 kasus dengan jumlah tewas mencapai 17 siswa. Oleh sebab itu diperlukan suatu cara untuk memperbaiki karakter siswa baik itu melalui program sekolah maupun teknik atau cara mengajar guru disekolah.  
SMA Negeri 2 Negara merupakan salah satu sekolah negeri di Kabupaten Jembrana, Bali yang didirikan dengan tujuan untuk mencetak generasi muda yang unggul dalam bidang akademik maupun non akademik. Proses pembelajaran disekolah ini dikemas sesuai dengan inovasi setiap guru dengan tujuan untuk membangun rasa disiplin, berani dan inovatif bagi siswanya. Program unggulan yang dijalankan oleh sekolah ini salah satunya adalah apel pagi. SMA Negeri 2 Negara merupakan satu-satunya sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Kabupaten Jembrana yang melaksanakan program ini. Program apel pagi berbeda dengan upacara bendera hari senin yang dilakukan seluruh sekolah di Indonesia. Program apel pagi dilaksanakan setiap hari selasa sampai sabtu yang mengharuskan seluruh komponen sekolah untuk terbiasa disiplin dalam memanajemen waktu. Seluruh komponen sekolah baik itu guru, staf TU, siswa, tukang kebun maupun satpam sekolah diharuskan hadir paling lambat jam 06.30 WITA untuk mengikuti apel pagi ini. Program apel pagi dilaksanakan kurang lebih 30 menit untuk membiasakan seluruh komponen sekolah hidup disiplin dan menghargai kemajemukan setiap suku atau budaya di Indonesia.
Selain program apel pagi, salah satu hal menarik yang dapat mengembangkan sikap atau karakter, inovasi dan kreativitas siswa dalam belajar adalah penggunaan metode mengajar yang baik. Salah satu metode mengajar yang pernah dilakukan oleh beberapa guru di sekolah ini adalah project based learning. Project based learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang bisa dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kreativitas siswa (Muriithi et al., 2013; Widiyatmoko & Pamelasari, 2012). Kreativitas ini akan berpengaruh langsung terhadap semangat belajar, jiwa kepemimpinan maupun kemampuan seni siswa itu sendiri. Pembelajaran ini akan lebih efektif dilakukan dengan berbagai teknik, salah satunya adalah curhat pendapat atau brainstorming. Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini penulis berkeinginan menganalisis pengembangan karakter siswa melalui salah satu program unggulan di SMA Negeri 2 Negara. Oleh sebab itu karya ini penulis beri judul “Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Apel Pagi dan Projec-Based Learning dengan Tenink Brainstorming di SMA Negeri 2 Negara”.

2.      Pembahasan

2.1  Kegiatan Warga SMA Negeri 2 Negara

Lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter peserta didik dituntut untuk meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaannya.Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni menurunnya kualitas nilai-nilai karakter pada siswa.  Untuk itu sekolah berusaha keras melaksanakan pendidikan karakter bangsa dengan mengintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran dan kegiatan rutinitas warga sekolah. Seperti yang sudah dipaparkan di atas, SMA Negeri 2 Negara melaksanakan apel pagi setiap hari selasa-sabtu pukul 06.30 WITA (Hari senin wajib melaksanakan upacara bendera). Kegiatan apel pagi meliputi pelaporan masing-masing ketua kelas tentang kehadiran anggotanya, sembahyang bersama, pembinaan oleh guru Pembina, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu wajib nasional yang dipimpin oleh seorang dirigen. Kemudian semua siswa ke kelas masing-masing dengan budaya antre.
Dengan kegiatan apel pagi setiap hari diharapkan siswa datang tepat waktu, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan mandiri. Dari rangkaian kegiatan apel pagi, nilai karakter yang bisa diimplentasikan antara lain: 1) religius, 2) kedisiplinan, 3) berwawasan kebangsaan, 4) cinta tanah air, dan 5) solidaritas. Jika ada siswa yang terlambat, maka siswa tersebut diarahkan berbaris di depan menghadap barisan temannya. Siswa yang terlambat diberikan pembinaan dan tanggung jawab untuk membersihkan halaman sekolah, kebun, memilah sampah plastik. Selain itu, direncanakan pemanggilan orang tua jika anak yang bersangkutan terlambat sampai lebih dari tiga kali. Kegiatan ini diharapkan mampu membentuk karakter siswa agar memiliki kemampuan yang optimal dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi dirinya sebagai warga Negara.
Pendidikan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran dengan semua mata pelajaran merupakan hal yang penting dan patut diperhatikan dalam rangka membangun karakter siswa. Model pembelajaran yang mampu memberikan siswa pengalaman belajar adalah project based learning. Project based learning adalah suatu model pembelajaran inovatif yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan kompleks. Pembelajaran berbasis proyek berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama dari suatu disiplin, melibatkan pebelajar dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya, memberi peluang pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa yang bernilai, dan realistic (Muriithi et al., 2013; Widiyatmoko & Pamelasari, 2012). Penerapan model pembelajaran ini akan lebih efektif ika dilakukan dengan teknik brainstorming. Istilah brainstorming dipopulerkan oleh Alex F. Osborn pada awal 1940. Brainstorming adalah teknik kreativitas yang mengupayakan pencarian penyelesaian dari suatu masalah tertentu dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari anggota kelompok (Siwa et al., 2013). Penulis mempunyai pemikiran dengan menggunakan model project based learning dngan teknik brainstorming akan mampu menumbuhkan karakter siswa seperti kejujuran, tanggung jawab, etos kerja yang tinggi, sikap optimis, inovatif, produktif, kerjasama, dan solidaritas.

2.2 Tujuan Kegiatan

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan apel pagi setiap hari sebelum pembelajaran dimulai dan penggunaan project based learning dengan teknik brainstorming dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.             Menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.             Menumbuhkan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
3.             Menumbuhkan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
4.             Mengembangakan kemampuan berpikir, kerjasama, saling menghargai, jiwa kepemimpinan dan kreativitas.

2.3  Manfaat Kegiatan
1.             Manfaat jangka pendek:
a.    Menumbuhkan kebiasaan hidup disiplin dalam kegiatan sekolah dan membiasakan diri dalam kegiatan bekerjasama, kreatif dalam belajar serta berkarakter.
2.             Manfaat jangka menengah
a.    Seluruh siswa SMAN 2 Negara memiliki karakter baik khususnya selama mereka menempuh pendidikan di sekolah. Selain itu, sebagian besar siswa diharapkan mampu menghayati karakter yang mereka miliki untuk memajukan sekolah selama masa pendidikannya.
3.             Manfaat jangka panjang:
a.    SMA Negeri 2 Negara bisa menjadi sekolah model di Kabupaten Jembrana. Sekolah yang melaksanakan pendidikan karakter melalui kegiatan rutin apel pagi dan penerapan model project based learning dengan teknik brainstorming dalam pembelajaran.
b.    Lulusan siswa SMA Negeri 2 Negara nantinya bisa menjadi generasi muda yang unggul, berkarakter dan trampil yang dapat digunakan untuk membangun bangsa dan negara Indonesia.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia siswa secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan. Dengan memberikan pengetahuan mengenai norma atau nilai-nilai karakter bangsa melalui kegiatan apel pagi dan penggunaan model project based learning dengan teknik brainstorming, siswa mampu secara  mandiri menggunakan pengetahuannya, menginternalisasi, serta melaksanakan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia yang tercermin dalam kesehariannya.


3.             Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.             Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan yang mampu meraih prestasi tertinggi.
2.             Inovasi dalam program sekolah maupun keiatan pembelaaran dikelas selayaknya harus selalu dilakukan untuk mengembangkan karakter siswa dan mewujudkan generasi emas Indonesia melalui generasi muda.
3.             Pemberian pengetahuan mengenai norma atau nilai-nilai karakter bangsa melalui kegiatan apel pagi dan penggunaan project based learning dengan teknik brainstorming dalam pembelajaran akan mampu membangkitkan semangat, kemandirian, kreativitas maupun karakter baik siswa sebagai generasi penerus bangsa.











DAFTAR PUSTAKA

Beena, I. 2012. Importance of Value Education in Modern Time. Education India Journal. 1(3). 2278- 2435. Tersedia pada educationindiajournal.org. Diakses pada 20 Maret 2017.
Indonesian Review. 2015. Pendidikan Kian Loyo. Tersedia pada www.indonesian review.com. Diakses pada 3 Maret 2017.
Kemdikbud, 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 18. A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta.
Muriithi, E. M., Odundo, P. A., Origa, J. O., & Gatumu, J. C. 2013. Project method and learner achievement in physics in Kenyan secondary schools.  International Journal of Education and Research. 1(7): 1-12. Tersedia pada http://www.ijern .com. Diakses pada 5 Maret 2017.
Siwa, I B., Muderawan, I W., & Tika, I N.  2013. Pengaruh pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran kimia terhadap keterampilan proses sains ditinjau dari gaya kognitif siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. 3(1). Tersedia pada http://pasca.undiksha .ac.id/e-journal/index.php/ jurnal_ipa Diakses pada 10 Maret 2017.
Widiyatmoko, A. & Pamelasari, S. D. 2012. Pembelajaran berbasis proyek untuk mengembangkan alat peraga IPA dengan memanfaatkan bahan bekas pakai. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 1(1): 51-56. Tersedia pada http://journal. unnes.ac.id/index.php/jpii. Diakses pada 6 Maret 2017.